I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tanaman
hasil kultur jaringan tidak bisa langsung ditanam begitu saja dalam pot. Pucuk-pucuk
dan planlet in vitro yang diregenerasikan di dalam lingkungan dengan kelembaban
tinggi dan bersifat heterotrof, harus berubah menjadi autotrof bila dipindahkan
ke tanah atau lapangan. Tanaman hasil
kultur jaringan (planlet atau tunas mikro) perlu mendapatkan perlakuan khusus
untuk dapat hidup di lingkungan baru hingga menjadi bibit baru yang siap
ditanam di lapang. Proses pemindahan merupakan langkah akhir dari prosedur
mikropropagasi dan diistilahkan sebagai tahap aklimatisasi. Tahap aklimatisasi
merupakan tahapan kritis karena kondisi iklim dilapang sangat berbeda dengan
kondisi dalam botol, sehingga diperlukan penyesuaian. Aklimatisasi merupakan
proses yang penting dalam rangkaian aplikasi teknik kultur jaringan untuk
mendukung pengembangan pertanian.
Masa
aklimatisasi merupakan masa yang kritis karena pucuk atau planlet yang
diregenerasikan dari kultur in vitro menunjukkan beberapa sifat yang kurang
menguntungkan, seperti lapisan lilin (kutikula) tidak berkembang dengan baik,
kurangnya lignifikasi batang, jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang
berkembang dan stomata seringkali tidak berfungsi (tidak menutup ketika
penguapan tinggi). Keadaan itu menyebabkan pucuk-pucuk in vitro sangat peka
terhadap serangan cendawan dan bakteri, cahaya dengan intensitas tinggi dan
suhu tinggi. Oleh karena itu, aklimatisasi pucuk-pucuk in vitro memerlukan
penanganan khusus, bahkan diperlukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan
terutama dalam kaitannya dengan suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya. Di
samping itu, medium tumbuh pun memiliki peranan yang cukup penting.
1.2.
Tujuan dan kegunaan
Tujuan
dari praktikum ini yaitu memberikan pengalaman kepada praktikan
tentang tata cara aklimatisasi planlet hasil kultur jaringan dan
mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum
ditanam di lapang dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam
lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Kegunaan
dari praktikum ini yaitu sebagai bahan informasi bagi pembaca khususnya
mahasiswa dalam mempelajari aklimatisasi kultur jaringan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Suatu tahapan yang sangat penting
dalam teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet yang ditanam secara in
vitro kedalam rumah kaca atau langsung ke lapang (Pospisilova et al,
1996). Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan.
Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol
(aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu,
cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof,
sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet)
tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan
untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru
sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui
kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
Wetherell (1982) menuliskan aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan
tanaman hasil kultur terhadap lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan
yang sesungguhnya. Torres (1989) menuliskan aklimatisasi adalah suatu proses
dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan.
Pada tahap ini (aklimatisasi)
diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis dan seringkali
menyebabkan kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur
adalah dengan kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang
berkaitan dengan hal tersebut. Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai
kutikula yang tipis dan jaringan pembuluh yang belum sempurna (Wetherell, 1982).
Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding
dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah
daya bertahannya (Torres, 1989). Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman
akan tetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas (Pospisilova et
al, 1996). Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung
ditanam dirumah kaca (Wetherelll, 1982).
Mengacu pada penjelasan tersebut di
atas maka planlet terlebih dahulu harus ditanam didalam lingkungan yang memadai
untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan “dilatih” untuk terus dapat
beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut
secara umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik
atau boks kecil yang terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya.
Planlet-planlet tersebut kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi
kelembaban relatif lingkungannya, yaitu dengan cara membuka penutup wadah
plastik atau boks secara bertahap pula (Torres, 1989).
Selain itu, tanaman juga memerlukan
akar untuk menyerap hara agar dapat tumbuh dengan baik sehingga dalam tahap
aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat mempermudah pertumbuhan akar
dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman (planlet) yang
diaklimatisasi tersebut. Menurut sutiyoso (1986) media yang remah akan
memudahkan pertumbuhan akar dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan
hara, tidak mengandung toksin atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan
lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media aklimatisasi bibit kultur jaringan
krisan dan kentang di Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau media
campuran arang sekam dan pupuk kandang (Marzuki, 1999; Sinaga, 2001).
Arang sekam merupakan salah satu
media hidroponik yang baik karena memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut;
mampu menahan air dalam waktu yang relatif lama, termasuk media organik
sehingga ramah lingkungan, lebih steril dari bakteri dan jamur karena telah
dibakar terlebih dahulu, dan hemat karena bisa digunakan hingga beberapa kali
(Anonim, 2011).
III. METODOLOGI
3.1. Tempat
dan Waktu
Praktikum aklimatisasi kultur
jaringan ini dilaksanakan di kebun
Yayasan Labiota, Malino Kab. Gowa, pada Hari Sabtu, 9 April 2011 pukul 04.00 sampai selesai.
3.2.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
kotak plastik. Adapun bahan yang
digunakan yaitu air bersih, bibit kentang yang sudah dikulturkan, air, sekam
bakar, dan fungisida.
3.3. Prosedur
Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan
dalam praktikum ini yaitu:
a. Keluarkan
planlet dari botol dengan hati-hati agar tidak putus dan pastikan bibit
tersebut telah berakar, cuci bersih planlet dengan air yang sudah dimasak
secara perlahan dan pastikan semua agar-agar sudah tidak ada pada akar planlet
b. Rendam
tunas mikro yang telah bersih dengan fungisida 1 g/L selama 10 menit, kemudian
keringanginkan.
d. Sekam bakar
yang sudah steril dibasahi sampai jenuh dengan air steril, tanam planlet dengan
jaraj yang tidak terlalu rapat guna mencagah bibit membusuk,
e. Kemudian tutup setelah itu letakkan ditempat yang terkena
cahaya matahari tidak terlalu banyak. Dan pindahkan secara bertahap ke tempat
yang mendapat cahaya matahari yang cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar