Selasa, 05 Juni 2012

Pelilinan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup. Benda  hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut.
Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran karbon dioksida (respirasi), serta penguapan uap air dari dalam produk tersebut yang dikenal sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura saat berada pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.
Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.
Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya. Produk yang dipanen sebelum atau kelewat tingkat kemasakannya maka produk tersebut mempunyai nilai atau mutu yang tidak sesuai dengan keinginan pengguna/SNI (Standart Nasional Indonesia).
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walaupun hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa umur simpan produk hortikultura relatif tidak tahan lama.
Usaha yang dilakukan untuk mencegah kerusakan pasca panen sekaligus mempertahankan umur simpan akibat laju respirasi dan transpirasi antara lain dengan penggunaan suhu rendah (pendinginan), modifikasi atmosfer ruang simpan, pemberian bahan kimia secara eksogen, pelapisan lilin, dan edible coating. Pelapisan lilin (Waxing) merupakan teknik penundaan kematangan yang sudah dikenal sejak abad XII. Lilin yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber seperti dari tanaman, hewan, mineral, maupun lilin sintetis.
Perlakuan dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan pada produk hortikultura yang mudah busuk yang disimpan telah banyak dilakukan. Tujuan pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi.
1.2.Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi.
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai bahan informasi bagi mahasiswa tentang penghambatan sirkulasi udara dan penghambatan kelayuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pelapisan lilin merupakan usaha penundaan kematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Pemberian lapisan lilin ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan sehingga dapat memperlambat kelayuan karena lapisan lilin menutupi sebagian stomata (pori-pori) buah-buahan dan sayur-sayuran, mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi, dan menutupi luka-luka goresan kecil pada buah. Pelapisan lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar karena dapat mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses pematangan. Keuntungan lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan mengkilat pada buah dan menjadikan produk dapat lebih lama diterima oleh konsumen (Broken, 2011).
Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol (Bennett, 1964). Lilin lebah merupakan lilin alami komersial yang merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifusi sisir madunya dapat digunakan lagi, sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin atau dapat dibuat untuk sarang baru. Hasil sisa pengepresan dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam (Winarno, 1981). Lilin lebah pada umumnya digunakan sebagai bahan kosmetik, bahan pembuat lilin bakar, dan industri pemeliharaan. Lilin ini berwarna putih kekuningan sampai coklat, titik cairnya 62.8-70 oC dan bobot jenisnya 0.952-0.975 kg/m3. Lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan komoditas hortikultura karena mudah didapat dan murah (Bernett, 1964). Lilin karnauba merupakan lilin yang didapat dari pohon palem (Copernica Cerifera). Sedangkan lilin spermaceti adalah lilin yang didapat dari kepala ikan paus (Phesester macrocephalus). Lilin ini banyak digunakan dalam industri obat dan kosmetik (Dalal, 1991).
Sebenarnya pelilinan buah-buahan itu tidak mengandung racun karena menggunakan lilin lebah dan konsentrasinya pelilinannya sedikit sekali. Yang paling dikuatirkan buah-buahan itu rawan kandungan pestisida kemudian terlapisi lilin sehingga pestisidanya masih menempel pada buah. Kandungan pestisida inilah yang sangat berbahaya bila sampai termakan, bisa menyebabkan banyak penyakit diantaranya kanker, leukimia, tumor, neoplasma indung telur dll. Prosedur yang benar sebelum buah-buahan itu di proses pelilinan harus diguyur dengan aliran air, pestisidanya akan rontok (Csiro, 1972)
Sebelum pelilinan, buah-buahan dicuci bersih dengan busa lembut untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan kulit, kemudian ditiriskan hingga kering. Teknik yang paling popular atau komersial adalah penyemprotan atau dicelupkan. Setelah pelilinan, buah ditiriskan terlebih dahulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Pelilinan biasanya dibarengi dengan penyimpanan suhu rendah untuk memperpanjang daya simpan (Fauzi, 2011)
Perlakuan terhadap buah yang diberi lapisan lilin sebelum di konsumsi harus dicuci dengan menggunakan sabun. Tanpa sabun, mustahil lapisan minyak pada lilin pelapis bisa luntur. Setelah dicuci bersih, buah harus dikeringkan. Jika sudah kering, simpanlah di lemari pendingin. Bungkuslah buah dalam plastik dengan porsi sesuai kebutuhan. Plastik penyimpan sebaiknya tidak sering dibuka tutup, sehingga buah akan segar lebih lama (Fauzi, 2011)
Namun demikian pelapisan lilin tidak dapat mengatasi kebusukan, untuk lilin sering dikombinasikan dengan fungisida dan bakterisida. Berbagai jenis fungisida atau bakterisida dapat digunakan untuk mengendalikan pembusukan pada buah selama penyimpanan, salah satunya adalah Benlate 50. Benlate termasuk kelompok fungisida benzimidazoles dengan nama umum Benomil dan merupakan fungisida yang aman untuk digunakan (Juran, 1971). Menurut Chiang (1973) dan Eckert (1996), pertumbuhan jamur pada buah yang disimpan akan mempercepat kerusakan buah, meningkatkan proses respirasi pada buah sehingga proses degradasi senyawa-senyawa makromolekul menjadi mikromolekul dan molekul-molekul terlarut menjadi cepat. Penggunaan Benlate sangat efektif menekan pertumbuhan jamur selama penyimpanan buah sehingga kerusakan buah akibat pertumbuhan jamur dapat ditekan. Dengan demikian proses respirasi berjalan lambat sehingga proses degradasi makromolekul juga lambat. Hal ini mengakibatkan kehilangan bobot buah menjadi kecil, perubahan warna berjalan lambat, total padatan terlarut menjadi sedikit serta kadar vitamin C dapat dipertahankan karena proses oksidasi.
Menurut Eckert (1996), penggunaan Benlate dengan konsentrasi rendah tidak mempengaruhi rasa dan sekaligus dapat berfungsi sebagai bahan anti bopeng sehingga penampakan buah lebih baik.
Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan terlalu tipis maka usaha dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi kurang efektif. Jika lapisan terlalu tebal maka kemungkinan hampir semua pori-pori komoditi akan tertutup. Apabila semua pori-pori tertutup maka akan mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi tanpa menggunakan O2sehingga sel melakukan perombakan di dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih cepat dari keadaan yang normal (Roosmani, 1975). Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan penghembusan, penyemprotan, pencelupan (30 detik) atau pengolesan (Fauzi, 2011).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.Waktu dan Tempat
Praktikum  mengenai  pelilinan pada buah dilaksanakan pada   hari   Rabu,
7 Mei 2012 bertempat di Laboratorium agronomi I, jurusan Budidaya pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum pelilinan pada buah yaitu timbangan, gelas kimia,
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum pelilinan pada buah yaitu, buah apel, jeruk, wrapping plastik, dan lilin.
3.3 Prosedur Kerja
       Adapun prosedur percobaan dari praktikum pelilinan pada buah antara lain :
1.      Siapkan bahan yang akan dijadikan objek praktikum pelilinan.
2.      Kemudian buah di cuci, lalu dikeringkan.
3.      Setelah di keringkan, buah tersebut ditimbang berat awalnya.
4.      Perlakuan 1 : buah tidak di beri lilin dan tidak diberi wrapping plastik. Kemudian di simpan dalam suatu tempat dengan suhu ruang tertentu.
Perlakuan II: buat larutan lilin, kemudian buah di celupkan dilarutan lilin. Setelah itu buah tersebut disimpan biasa tanpa pemberian wrapping plastik. Kemudian dikeringkan dan disimpan selama 4 hari.
Perlakuan III: buah dicelupkan ke larutan lilin, kemudian di beri wrapping plastik dan di simpan selama 4 hari.
Perlakuan IV: buah di beri wrapping plastik, tanpa larutan lilin dan disimpan selama 4 hari.
5.      Setelah buah mencukupi 4 hari, masing-masing buah dengan cara yang berbeda di timbang beratnya.

Permeabilitas Dinding Sel pada Buah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dinding sel memberikan kekakuan dan memberi bentuk sel tumbuhan. Pada beberapa bagian, dinding sel tumbuhan terdapat lubang yang berfungsi sebagai saluran antara satu sel dengan sel lainnya. Lubang ini disebut plasmodesmata, berdiameter sekitar 60 nm, sehingga dapat dilalui oleh molekul dengan berat molekul sekitar 1000 Dalton. Lapisan dalam sel tumbuhan adalah membran sel. Membran sel terdiri atas dua lapis molekul fosfolipid. Bagian ekor dengan asam lemak yang bersifat hidrofobik (non polar), kedua lapis molekul tersebut saling berorientasi kedalam, sedangkan bagian kepala bersifat hidrofilik (polar), mengarah ke lingkungan yang berair.
Komponen protein terletak pada membran dengan posisi yang berbeda-beda. Beberapa protein terletak periferal, sedangkan yang lain tertanam integral dalam lapis ganda fosfolipid. Membran seperti ini juga terdapat pada berbagai organel di dalam sel, seperti vakuola, mitokondria, dan kloroplas. Komposisi lipid dan protein penyusun membran bervariasi, bergantung pada jenis dan fungsi membran itu sendiri. Namun demikian membran mempunyai ciri-ciri yang sama, yaitu bersifat selektif permeabel terhadap molekul-molekul. Air, gas, dan molekul kecil hidrofobik secara bebas dapat melewati membran secara difusi sederhana. Ion dan molekul polar yang tidak bermuatan harus dibantu oleh protein permease spesifik untuk dapat diangkut melalui membran dengan proses yang disebut difusi terbantu (fasilitated diffusion). Kedua cara pengangkutan ini disebut transpor pasif. Untuk mengangkut ion dan molekul dalam arah yang melawan gradien konsentrasi, suatu proses transpor aktif harus diterapkan. Dalam hal ini protein aktifnya memerlukan energi berupa ATP, ataupun juga digunakan cara couple lewat proses antiport dan symport.
Permeabilitas dinding sel tergantung pada fluiditas inti hidrofobik membran dan aktivitas protein pengangkutnya. Oleh karena itu, keadaan lingkungan yang dapat mengganggu keduanya akan mempengaruhi permeabilitas membran.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan praktikum mengenai permeabilitas dinding sel.

1.2  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Permeabilitas Dinding Sel untuk mengetahui pengaruh lingkungan dalam hal ini kadar air pada lingkungan dalam pengaruhnya terhadap permeabilitas dinding sel pada produk pasca panen.
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai bahan informasi terkhusus bagi mahasiswa tentang pengaruh lingkungan dalam hal ini kadar air pada lingkungan dalam pengaruhnya terhadap permeabilitas dinding sel pada produk pasca panen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Membran sel beperan dalam menetapkan batas-batas dari sel, sebagai tempat terjadinya fungsi-fungsi khusus, berisi protein transport yang menyediakan dan mengatur pergerakan substansi-subtansi yang masuk ke dan keluar dari sel dan bagian-bagiannya, mengandung reseptor yang diperlukan untuk mendeteksi sinyal-sinyal eksternal dan melakukan suatu mekanisme untuk komunikasi sel (Becker, dkk., 2000).
Dinding sel adalah struktur di luar membran plasma yang membatasi ruang bagi seluntuk membesar. Dinding sel merupakan ciri khas yang dimiliki tumbuhanbakterifungi(jamur), dan alga, meskipun struktur penyusun dan kelengkapannya berbeda. Dinding sel menyebabkan sel tidak dapat bergerak dan berkembang bebas, layaknya sel hewan. Namun demikian, hal ini berakibat positif karena dinding-dinding sel dapat memberikan dukungan, perlindungan dan penyaring (filter) bagi struktur dan fungsi sel sendiri. Dinding sel mencegah kelebihan air yang masuk ke dalam sel. Dinding sel terbuat dari berbagai macam komponen, tergantung golongan organisme. Pada tumbuhan, dinding-dinding sel sebagian besar terbentuk oleh polimer karbohidrat (pektinselulosahemiselulosa, dan lignin sebagai penyusun penting).
Pada bakteri, peptidoglikan (suatu glikoprotein) menyusun dinding sel. Fungi memiliki dinding sel yang terbentuk dari kitin. Sementara itu, dinding sel alga terbentuk dari glikoprotein, pektin, dan sakarida sederhana (gula) (Anonima).
Dinding sel terletak pada bagian luar membran sel dan merupakan suatu eksoskeleton yang berperan untuk memberi bentuk pada sel, melindungi, sekaligus sebagai penyokongmekanik. Dinding sel, juga berperan dalam memelihara keseimbangan tekanan osmosis antara cairan intraseluler dan kecenderungan air untuk memasuki sel.
Membran sel bersifat permeabel terhadap ion dan molekul polar spesifik. Substansi hidrofilik menghindari kontak dengan bilayer lipid dengan lewat melalui protein transpor yang merintangi membran. Sejumlah protein transpor berfungsi karena memiliki saluran hidrofilik yang digunakan oleh molekul tertentu sebagai saluran untuk melewati membran. Protein transpor lain mengikat senyawa yang dibawa dan secara fisik menggerakkannya melintasi membran. Dengan demikian, permeabilitas selektif membran tergantung pada rintangan pembeda pada bilayer lipid maupun protein transpor spesifik yang ada di dalam membran (Campbell, dkk., 2000).
Membran sel terdiri atas dua lapis molekul fosfolipid. Bagian ekor dengan asam lemak yang bersifat hidrofobik (non polar), kedua lapis molekul tersebut saling berorientasi kedalam, sedangkan bagian kepala bersifat hidrofilik (polar), mengarah ke lingkungan yang berair. Komponen protein terletak pada membran dengan posisi yang berbeda-beda. Beberapa protein terletak periferal, sedangkan yang lain tertanam integral dalam lapis ganda fosfolipid (Bima. 2008).
Terdapat sekitar 50% lipid dari massa membran plasma sel kebanyakan hewan dan hampir seluruh sisanya adalah protein. Membran plasma memiliki peran sebagai membran yang selektive permeabel. Emmbran ini memungkinkan beberapa substansi dapat melintasinya dengan mudah daripada substansi yang lain. Permeabilitas membrane tergantung pada fluiditas inti hidrofobik membran dan aktivitas protein pengangkutnya. Keadaan lingkungan juga mempengaruhi permeabilitas membran terhadap suatu larutan (Bima, 2008).
Dinding sel itu tipis, berlapis-lapis, dan pada tahap awalnya lentur. Lapisan dasar yang terbentuk pada saat pembelahan sel terutama adalah pektin, zat yang membuat agar-agar mengental. Lapisan inilah yang merekatkan sel-sel yang berdekatan. Setelah pembelahan sel, tiap belahan baru membentuk dinding dalam dari serat selulosa. Dinding ini terentang selama sel tumbuh serta menjadi tebal dan kaku setelah tumbuhan dewasa.
Komposisi lipid dan protein penyusun membran bervariasi, bergantung pada jenis dan fungsi membran itu sendiri. Namun demikian membran mempunyai ciri-ciri yang sama, yaitu bersifat selektif permeabel terhadap molekul-molekul. Air, gas, dan molekul kecil hidrofobik secara bebas dapat melewati membran secara difusi sederhana. Ion dan molekul polar yang tidak bermuatan harus dibantu oleh protein permease spesifik untuk dapat diangkut melalui membran dengan proses yang disebut difusi terbantu (fasilitated diffusion). Kedua cara pengangkutan ini disebut transpor pasif. Untuk mengangkut ion dan molekul dalam arah yang melawan gradien konsentrasi, suatu proses transpor aktif harus diterapkan. Dalam hal ini protein aktifnya memerlukan energi berupa ATP, ataupun juga digunakan cara couple lewat proses antiport dan symport (Bima, 2008).
Permeabilitas merupakan sifat bahan berpori, dia dapat mengalir / merembes dalamsel. Tinggi rendahnya permeabilitas ditentukan ukuran pori Sel tumbuhan dibatasi oleh dua lapis pembatas yang sangat berbeda komposisi dan strukturnya. Lapisan terluar adalah dinding sel yang tersusun atas selulosa, lignin, dan polisakarida lain. Dinding sel memberikan kekakuan dan memberi bentuk sel tumbuhan. Pada beberapa bagian, dinding sel tumbuhan terdapat lubang yang berfungsi sebagai saluran antara satu sel dengan sel lainnya. Lubang ini disebut plasmodesmata, berdiameter sekitar 60 nm, sehingga dapat dilalui oleh molekul dengan berat molekul sekitar 1000 Dalton.
Penampang melintang dari bilayer lipid memperlihatkan bahwa molekul-molekul lipid memiliki sebuah kepala globular (polar) dan sebuah daerah ekor (non-polar). Setiap baris lipid adalah lembaran. Karenanya, membran plasma terdiri dari dua lembaran dengan bagian ion-polar mengarah ke dalam (utmb, 2008).

BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktukum permeabilitas sel buah jeruk dan wortel dilaksanakan di Labolatorium 1 Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar pada tanggal 30 April 2012, pukul 15.00 WITA sampai selesai.
3.2.  Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
  1. Cutter/pisau/silet
  2. Cawan petri
  3. Timbangan analytic
  4. Alat tulis menulis
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adala sebagia berikut:
  1. Irisan melintang umbi wortel
  2. Pipihan buah jeruk
  3. Air
3.3.  Prosedur Percobaan
            Praktikum permeabilitas sel buah jeruk dan umbi wortel dilakukan dengan cara:
  1. Membersihkan umbi wortel dan buah jeruk dari kotoran
  2. Memotong umbi wortel dengan irisan melintang sekitar 1 cm
  3. Memipih buah jeruk
  4. Menimbang irisan umbi wortel tersebut dan mencatat hasil timbangan sebagai data berat awal
  5. Menimbang 1 pipih buah jeruk dan mencatat hasil timbangan sebagai data berat awal
  6. Merendam irisan umbi wirtel dan 1 pipih buah jeruk pada air yang ada pada cawan petri selama 2 x 15 menit
  7. Setelah 2 x 15 menit, irisan umbi wortel dan pipihan buah jeruk diangkat dari rendaman kemudian menimbang bahan tersebut. Hasil timbangan merupakan berat konstan dari masing-masing bahan.

Respirasi dan Puncak Respirasi


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Buah-buahan di Indonesia memiliki potensi pengembangan yang sangat besar. Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuan Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kta dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
Buah-buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik, akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis, dimana ada yang menguntungkan dan sangat merugikan bila tidak dapat dikendalikan yaitu timbulnya kerusakan atau kebusukan. Hal ini akan  mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkan lagi, sehingga merupakan suatu kehilangan (loss).  Di Indonesia  kehilangan buah-buahan cukup tinggi, 25 - 40 %. untuk menghasilkan buah-buahan dengan kualitas yang baik, disamping ditentukan oleh perlakuan selama penanganan on-farm, ditentukan juga oleh faktor penanganan pasca panen yang secara umum mulai dari pemanenan, pengumpulan, sortasi, pembersihan dan pencucian, grading, pengemasan, pemeraman, penyimpanan dan pengangkutan.
            Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan.
Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan tanaman. Pada kondisi pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh petani, pedagang dan konsumen buah-buahan, karena buah tersebut akan segera dikonsumsi. Akan tetapi pada konsisi lain pemasakan buah merupakan kerugian, sehingga tidak diharapkan. Hal ini apabila buah tersebut tidak segera dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan waktu yang tidak singkat. Untuk kasus kedua ini para pengelola buah-buahan baik petani, pedagang atau industri pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah mengalami pemasakan pada waktu yang tepatatau sesuai dengan waktu yang diinginkan.
            Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan praktikum respirasi dan puncak respirasi
1.2       Tujuan dan Kegunaan
            Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui tingkat respirasi pada buah dan perubahan yang terjadi pada buah baik berat, tekstur dan kerapatan pada buah.
            Kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai bahan informasi bagi mahasiswa khususnya tentang respirasi pada buah dan perubahan yang terjadi pada buah baik berat, tekstur dan kerapatan pada buah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Respirasi
            Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa komplek yang terdapat pada sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti karbondioksida, dan air, dengan bersamaan memproduksi energi dan senyawa lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya oksigen (respirasi anaerobik, sering disebut fermentasi) (Arsyad, 2011).
Laju respirasi yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolis pada jaringan dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil panen. Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap atau karbondioksida dikeluarkan – selama tingkat perkembangan (development), pematangan (maturation), pemasakan (ripening), penuaan (senescent), dapat diperoleh pola karakteristik repirasi. Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang dan kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur (Arsyad, 2011).
Menurut Fauzi Arsyad (2011), laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Ketersediaan substrat
Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat.

b. Ketersediaan Oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies. Bahkan, pengaruh oksigen berbeda antara organ satu dengan yang lain pada tumbuhan yang sama.
c. Suhu
Umumnya, laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C. Namun, hal ini tergantung pada masing-masing spesies.
d. Tipe dan umur tumbuhan   
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme sehingga kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan yang tua.
2.2. Buah Klimaterik
Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum. Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Nugraha, 2012).
Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan klimakterik (Setiono, 2011).
Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas “kemrampo” yang tepat, diekspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable ripening) (Setiono, 2011).
Menurut Lord Broken (2011) pada buah klimaterik, jumlah gas karbon dioksida yang diproduksi akan terus menurun, kemudian mendekati pelayuan (senescene) tiba-tiba produksi gas karbon dioksida meningkat, dan selanjutnya menurun lagi. Berdasarkan pola produksi gas karbondioksidanya, buah-buahan diklasifikasikan menjadi tiga pola pernafasan :
1.   Gradual Decrease Type, yaitu jenis yang menurun secara perlahan, dimana kecepatan respirasi menurun secara perlahan selama proses pematangan. Contoh : jeruk.
2.   Temporary Rise Type, yaitu jenis yang meningkat secara temporer, dimana kecepatan respirasi meningkat secara temporer dan pematangan penuh akan terjadi setelah puncak respirasi tercapai. Contoh : avokad, pisang, mangga.
3.   Late Peak Type, yaitu jenis yang mencapai puncak pernafasan terlambat,dimana kecepatan maksimum respirasi terjadi mulai dari keadaan matang penuh sampai saat sangat matang (over ripe). Contoh : stroberi.
Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan jumlah asetaldehiddan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang dihasilkan pada pematangan mangga akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana mangga masih dalam kondisi baik yaitu jika sebagian isi sel terdiri dari vakuola (Fatkhomi, 2009).
Menurut Fatkhomi (2009) perubahan fisiologi yang terjadi selama proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu:
1.      Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat.
2.      Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu.  Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.
2.3. Buah Non Klimaterik
            Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit. Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang) terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya warna hijau (Setiono, 2011).
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu
                Praktikum respirasi dan puncak respirasi dilakukan pada tanggl 30 April – 04 Mei 2012 di rumah, asrama yonkavaleri 10 serbu, jl. Perintis Kemerdekaan K.M. 10 , Kec. Tamalanrea. Makassar.
3.2. Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan dalam praktikum respirasi dan puncak respirasi yaitu :
a.       Refrigator/kulkas
b.      Timbangan
c.       Lap/alat pembersih
d.      Alat tulis menulis
Bahan yang digunakan dalam praktikum respirasi dan puncak respirasi yaitu :
a.       2 buah alpukat muda
b.      2 buah alpukat matang
c.       2 buah alpukat tua
d.      2 buah jeruk muda
e.       2 buah jeruk matang
f.       2 buah jeruk tua

3.3. Prosedur Percobaan
            Percobaan ini dilakukan dengan cara :
1.      Menyiapkan alat dan bahan
2.      Membersihkan bahan-bahan yang berupa buah dari kotoran-kotoran
3.      Memisahkan buah yang muda, matang, dan tua
4.      Menimbang masing-masing buah tersebut sebagai berat awal dan mencatat data berat awal tersebut
5.      Memasukkan jenis-jenis buah tersebut masing-masing 1 buah ke dalam refrigator/kulkas dengan pengaturan suhu tertentu selama 4 hari
6.      Pada waktu yang sama, menyimpan buah yang lainnya pada ruangan dengan suhu kamar selama 4 jam
7.      Menimbang buah-buahan tersebut pada hari ke-2 penyimpanan dan hari ke-4, berat pada hari ke – 4 merupakan data akhir, mencatat data data berat akhir tersebut
8.      Mencatat perubahan-perubahan yang trjadi pada buah sebagai hasil pengamatan. 

Perencanaan Tata Ruang Pertanian


I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Populasi manusia tidak konstan, bahkan terus berkembang. Hingga tahun 2000-an penduduk Indonesia telah mencapai 200 juta lebih. Pertambahan penduduk tersebut akan meningkatkan kepadatan populasi suatu daerah. Kepadatan populasi adalah hubungan antara jumlah individu dan satuan luas atau volume ruang yang ditempati pada waktu tertentu. Kepadatan populasi pada suatu daerah senantiasa mengalami dari waktu kewaktu. Imigrasi atau individu yang datang dari suatu tempat serta emigrasi atau individu yang pergi ketempat lain adalah dua faktor yang mempengaruhi perubahan kepadatan populasi organisme pada suatu tempat. Apabila luas suatu daerah tetap dan jumlah populasi meningkat, maka akan terjadi kepadatan populasi. Ketersediaan ruang dan makanan yang cukup pada suatu daerah akan mendorong peningkatan jumlah individu dan meningkatkan jumlah populasi.      
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia mempu menciptakan alat-alat canggih, alat tersebut dapat membantu manusia dalam mengatasi masalah dalam hidupnya. Disisi lain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menimbulkan dampak yang akhirnya merugikan manusia sendiri serta lingkungan hidup. Dampak tersebut antara lain rusaknya ekosistem dan timbulnya pencemaran lingkungan (pencemaran biologis, pencemaran fisik serta pencemaran kimiawi). Akibat dari pencemaran ini sangat berbahaya, diantaranya hujan asam, pelapisan ozon serta efek rumah kaca/pemanasan global.
Kecamatan Tinggimoncong yang merupakan salah satu kecamatan yang tergabung dalam wilayah administrasi kabupaten Gowa, yang merupakan penyangga utama kota Makassar adalah salah satu daerah yang istimewa dibanding dengan daerah lainnya. Industri hortikultura, industri perkebunan dan industri agrowisata sudah merambah ke daerah ini, khusus di daerah Malino, ibukota kecamatan Tinggimoncong adalah primadona perpariwisataan di Selawesi Selatan. Daerah yang berada diatas ketinggian 1.500 DPL, ini juga pemasok utama tanaman holtikultura ke kota Makassar dan sekitarnya, bahkan hasil dari perkebunan ini sebahagian sudah di ekspor kebeberapa negara di Asia dan Eropa. Keadaan geografisnya di kecamatan Tinggimoncong memang indah dan khas. Kesemuanya ini baik langsung maupun tidak langsung menambah pendapatan penduduk, sehingga penduduk akan sejahtera, disamping itu perpindahan penduduk kedaerah ini menigkat dari tahun ketahun, tapi dibalik itu semua kita juga perlu menyadari akan dampak negatif yang timbul sebagai efek dari geliat ekonomi di daerah ini. Dikarenakan hal tersebut maka penulis memilih kecamatan Tinggimoncong sebagai sampel project mini Desain dan Tata Ruang.


1. 2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan penulis membuat Project Mini ini sebagai salah satu tugas wajib bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah Desain dan Tata Ruang selain itu agar dapat bermanfaat dan sebagai salah satu pertimbangan lagi bagi para masyarakat dikecamatan Tinggi Moncong untuk lebih mengembangkan lagi potensi-potensi yang terdapat didaerah tersebut, Sasaran Project Mini ini adalah agar dapat diterima dan dipertimbangkan bagi pemerintah daerah setempat untuk memajukan daerahnya yang memiliki potensi besar baik itu dibidang pertanian, peternakan, kehutanan dan lain sebagainya.

II. KEADAAN UMUM LOKASI
2. 1 Administrasi Kependudukan dan Akses Wilayah
2. 1. 1 Letak Administrasi  dan Batas Geografis
            Kecamatan tinggi moncong merupakan salah satu kecamatan yang berada dalam lingkup kabupaten Gowa terletak pada koordinat antara  33’ 6” sampai   34’ 7” Lintang Selatan dan   38’ 6” sampai   33’ 6” Bujur Timur. Kabupaten Gowa terletak di bagian selatan Pulau Sulawesi. Ibukotanya Sungguminasa dengan jarak sekitar 6 km dari ibukota Makassar. Dengan luas wilayah 1.883,33 km atau sama dengan 3,01% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.Wilayah Kabupaten Gowa terbagi dalam 18 Kecamatan dengan jumlah Desa/Kelurahan definitif sebanyak 167 dan 726 Dusun/Lingkungan. Wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar berupa dataran tinggi berbukit-bukit, yaitu sekitar 72,26% yang meliputi 9 kecamatan yakni Kecamatan Parangloe, Manuju, Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu. Kecamatan tinggi moncong terdiri dari 7 desa yang meliputi Desa Parigi, Desa Bulutana, Desa Bontolerung, Desa Patappang, Kelurahan Malino, Kelurahan Gantarang dan Desa Garassi.
2. 1. 2 Kependudukan
            Penduduk yang tersedia dalam hal kuantitas merupakan potensi yang cukup besar dalam membangun suatu daerah. Kekurangan jumlah penduduk akan mempersulit jalannya suatu proses pembangunan sebab penduduk disamping sebagai obyek pembangunan juga berfungsi sebagai subyek pembangunan. sebagai obyek merupakan faktor yang sangat penting, disamping merupakan uama dalam suatu proses penduduk. Pangkaan kualitas penduduk adalah hal yang mutlak harus dilakukan, sebab penduduk adalah titik sentral faktor produksi lainnya atau sebagai motor penggerak dari faktor-faktor produksi lainnya. Upaya-upaya peningkatan produktivitas penduduk senantiasa dilakukan, dalam pengertian kuantitas penduduk diusahakan untuk dibina, diterampilkan agar bisa berproduksi atau mendatangkan manfaat Yang tentu dengan sendirinya akan menghasilkan kesejahteraan pembangunan.
Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mempertimbangkan keterkaitannya dengan upaya pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam, penciptaan keserasian antara generasi serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Penduduk usia lanjut memiliki pengalaman dan kearifan yang luas sehingga perlu diberikan perhatian untuk berperan didalam pembangunan. Selanjutnya pengendalian pertumbuhan penduduk juga dilakukan terutama untuk menurunkan angka kelahiran melalui gerakan KB Mandiri. Menurunkan angka kematian ibu dan anak Balita melalui program sayang ibu dan anak. Pengendalian kuantias penduduk dilakukan dengan langkah yang berhubungan dengan penetapan jumlah, sruktur dan komposisi sera pertumbuhan dan persebaran penduduk yang ideal. Pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk harus memperhatikan kemampuan daya dukung alam dan sesuai dengan tata ruang yang diselenggarakan melalui transmigrasi, peningkatan sarana penunjang pertumbuhan ekonomi di wilayah sebaran, serta pemberian intensif bagi tenaga kerja sehingga mampu menggairahkan tenaga terdidik/terlatih untuk mengabdi di wilayah pertumbuhan baru.
2. 1. 3 Kondosi Ekonomi
            Kecamatan Tinggimoncong merupakan wilayah dataran tinggi dengan ketinggian kira-kira 1050 mdpl yang sebagian besar wilayahnya berupa lahan pertanian menyebabkan mayoritas penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, baik sebagai petani pemilik lahan, petani penggarap ataupun buruh tani. Selain sebagai petani, sebagian lainnya bekerja sebagai pedagang, pegawai atau karyawan. Sektor informal yang banyak membantu masyarakat Tinggimoncong dalam memperoleh pekerjaan adalah keberadaan tempat/obyek wisata beragam yang merupakan sumber penghasilan yang cukup memadai.
Dalam bidang pertanian, pemanfaatan pengairan yaitu irigasi sederhana dengan memanfaatkan air dari sungai Jeneberang dan sungai Bulang yang mampu mengairi areal persawahan walaupun pada musim kemarau. Musim panen terutama padi dua kali dalam satu tahun dan hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga satu tahun ke depan diharapkan pemanfaatan sungai tersebut dapat menampung air dengan teknologi yang lebuh canggih dan produksi pertanian terutama padi diharapkan akan semakin meningkat. Bidang perdagangan dalam satu tahun kedepan diharapkan akan semakin besar konstribusinya terhadap peningkatan perekonomian masyarakat kecamatan Tinggimoncong. Bidang pariwisata merupakan bidang yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat pendapatan penduduk, karena ditunjang dengan beragamnya tempat dan obyek wisata di kecamatan ini seperti air terjun Takapala, lembah biru, air terjun Bulang serta perbaikan akses jalan menuju wilayah ini diharapkan akan lebih baik. Perkembangan positif dibidang pertanian, perdagangan dan pariwisata di wilayah ini diperkirakan akan menyebabkan perekonomian di wilayah kecamatan Tinggimoncong tahun yang akan datang semakin menjanjikan.
2. 1. 4 Aksibilatas (Transportasi Darat, Laut dan Udara)
Transportasi merupakan kebutuhan sarana dan prasarana yang sangat menunjang dalam perkembangan interaksi antar daerah dan diharapkan dapat mendorong percepatan perkembangan antar wilayah khususnya dalam mendukung proses pertumbuhan dan pemerataan di bidang ekonomi, perdagangan, pariwisata, social budaya, jasa pelayanan dan stabilitas keamanan. Sistem jaringan transportasi yang dimaksud adalah sistem jaringan jalan raya, kapal laut dan kapal udara, berfungsi menghubungkan sentra-sentra produksi ke sentrasentra/ node konsumsi. Dari segi fungsinya jalan raya meliputi jalan lokal, jalan kolektor, dan jalan arteri. Sedangkan dari segi manajemennya jalan raya meliputi jalan desa, jalan kabupaten, jalan provinsi dan jalan negara. Dalam menunjang perkembangan suatu wilayah, sistem transportasi sangat memegang peranan yang penting, sehingga penyediaan/pengembangan sarana dan prasarana perhubungan dalam suatu wilayah harus memadai dalam arti dapat menampung dan menunjang kelancaran aktivitas pergerakan yang ada dalam daerah itu sendiri maupun hubungannya dengan daerah lain. Penentuan Struktur Ruang tidak bisa dilepaskan dari kondisi transportasi wilayah. Transportasi wilayah menentukan tingkat aksesibilitas wilayah. Kondisi transportasi darat untuk menghubungkan antar wilayah masih sangat minim, kondisinya juga masih sangat memprihatinkan.
2. 2 Kondisi Wilayah dan Topografi
            Jenis tanah di Kecamatan Tinggimoncong antara lain Tropodult, Troporthent, dan Tropohumult. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson bahwa dikecamatan Tinggimoncong memiliki jumlah rata–rata bulan basah 9 (>100mm) dan rata–rata bulan kering 3(<65mm) termasuk dalam tipe iklim C. Kecamatan Tinggimoncong memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Desember, Januari, Februari. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dan September. Adapun penggunaan lahan di Kecamatan Tinggimoncong pada umumnya didominasi oleh hutan, selain itu juga banyak terdapat belukar, ladang. Wilayah Kecamatan Tinggimoncong memiliki topografi yang bervariasi, secara umum mulai dari datar, datar berbukit, datar bergelombang, bergelombang, dan curam. Setiap desa berbeda-beda tingkat topografinya.
2. 2. 1 Penggunaan Wilayah
            Di Kecamatan Tinggimoncong penggunan wilayah yaitu hutan, ladang, belukar, dan sawah. Pola pembangunan tanah yang sudah ada peruntukannya dan rencana alokasi penggunaan ruang berdasarkan Rencana Tata Ruang. Untuk mewujudkan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang pada skala wilayah dan kawasan, maka pola pemanfaatan ruang di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa terbagi dalam 2 (dua) kawasan, yaitu Kawasan Non-Budidaya dan Kawasan Budidaya. Dengan pola ini, proses penetapan kebijakan, peraturan, serta mekanisme perizinan dapat menjadi alat pengambilan keputusan dalam rangka perwujudan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara efektif. Kawasan-kawasan tersebut adalah sebagai berikut: Kawasan Non-Budidaya yaitu Kawasan Lindung, Hutan Suaka Alam dan Cagar Alam, dan Kawasan Perkebunan, Kawasan Budidaya Non-Pertanian yaitu Kawasan Pemukiman, Kawasan Pemukiman Transmigrasi dan Kawasan Pariwisata.
2. 3 Perkembangan Sektor Wilayah
2. 3. 1. Sektor Pertanian
            Potensi pertanian tanaman pangan yang yakni meliputi areal persawahan dengan potensi Irigasi. Tanaman pangan yang dikembangkan diantaranya padi, jagung, kedelai dan hortikultura yang tersebar pada kawasan potensial. Pada Tahun 2008 produksi padi (sawah dan ladang) mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2007. Hasil dari tanaman buah-buahan pada umumnya mengalami peningkatan, antara lain Markisa yang mengalami peningkatan dari 1 kw pada tahun 2007 menjadi 37.847 kw pada tahun 2008.
2. 3. 2 Peternakan
            Jenis usaha peternakan dibudidayakan di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa dibagi atas dua jenis yakni ternak besar dan kecil meliputi: sapi, kerbau, kuda, dan kambing, sedangkan ternak unggas adalah ternak ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging, itik dan manila.
2. 3. 3 Kehutanan
            Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Kehutanan Kabupaten Gowa bahwa potensi kehutanan yang ada di kawasan Hutan berupa kayu yaitu Kayu Rimba Campuran, meranti, jati dan kayu indah potensi luas 13500 ha dan potensi produksi 15000 m3, Getah Pinus 80000 ton dan potensi luas 15126 ha (8377 ha di Kec Tinggimoncong) dan Rotan potensi produksi 5000 ton (267 ha di Kec. Tinggimoncong). Disamping itu terdapat juga hasil non kayu lainnya Getah Damar Mata Kucing, Damar Batu, Damar Kopal, Damar Pilan, Damar Rasak, Damar Daging dan damar Gaharu. Hasil lainnya Madu, Gula aren ijuk, Kemiri, Kenari, Asam, sutra dan Kulit kayu manis.

III. SKENARIO DESAIN DAN TATA RUANG
KECAMATAN TINGGI MONCONG
3.1 Analisa Aksebilitas
            Penggunaan transportasi merupakan kebutuhan sarana dan prasarana yang sangat menunjang dalam perkembangan interaksi antar daerah dan diharapkan dapat mendorong percepatan perkembangan antar wilayah khususnya dalam mendukung proses pertumbuhan dan pemerataan di bidang ekonomi, perdagangan, pariwisata, social budaya, jasa pelayanan dan stabilitas keamanan. Perancangan dengan pertimbangan analisa untuk memperbaiki infrastruktur jalan. Dengan cara mendesain jalan itu sendiri dengan peningkatan jalan akses meliputi pembangunan jembatan dan jalan dengan persimpangan 1- 4 dengan lebar 6 meter aspal ketebalan fondasi dan aspal akan dihitung untuk kebutuhan kendaraan berat. Hal ini sesuai yang di kemukakan Wijanto (1996) bahwa Penentuan Struktur Ruang tidak bisa dilepaskan dari kondisi transportasi wilayah. menentukan tingkat aksesibilitas wilayah.
3. 2 Analisa Topografi
Wilayah Kecamatan Tinggimoncong memiliki topografi dari kemiringan lereng yakni :
 0 – 3 % ( Datar)
 3 – 8 % (Agak Datar)
 8 – 15 % (Bergelombang)
 15 – 25 % (Agak Curam)
 25 – 45 % (Curam)
 > 45 % (Sangat Curam)
3. 3 Analisa Pemanfaatan Lahan
            Di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Merencanakan penggunan wilayah yaitu hutan, ladang, belukar, dan sawah. Dengan pola ini, proses penetapan kebijakan, peraturan, serta mekanisme perizinan dapat menjadi alat pengambilan keputusan dalam rangka perwujudan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara efektif. Pemanfatan Hutan, belukar, ladang dan dan sawah memberikan beragam manfaat bagi kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini sesuai yang di kemukakan Gardner dan Engleman (1999), bahwa secara langsung, hutan dapat menghasilkan kayu industri, kayu bakar, dan hasil hutan non kayu, menyediakan lahan untuk permukiman dan pertanian dan lain sebagainya. Sementara itu secara tidak langsung, hutan dapat mengatur tata air dialam (hidrologi), menyimpan karbon, melestarikan keanekaragaman hayati dan habitat, pasokan oksigen, dan sebagai obyek pariwisata.

3. 4 Potensi Agronomi Daerah
            Berdasarkan kondisi wilayah, serta mengenai potensi agronomi daerah dilakukan penetapan komoditas unggulan pertanian akan dikembangkan di Kecamatan Tinggi moncong Kabupaten Gowa. Komoditas unggulan yang ditetapkan meliputi komoditas bersifat unggulan secara ekonomi, strategis, dan prospektif. Komoditas unggulan tersebut adalah sebagai berikut: Komoditas Unggulan: merupakan komoditas yang telah berkembang dan memiliki peran besar dalam pembentukan produk domestik regional. Komoditas Strategis adalah tanaman pangan seperti padi, jagung, dan singkong. Selain tanaman pangan, daerah Kecamatan Tinggimoncong juga berpotensi untuk ditanami tanaman hortikultura seperti sayuran (kentang, kubis, daun bawang, tomat, dan lain-lain), dan buah-buahan (markisa, mangga, dan manggis). Merupakan komoditas yang telah berkembang tetapi memiliki peran tidak terlalu besar dalam pembentukan produk domestik regional, namun mempunyai nilai strategis dalam ketahanan pangan dan stabilitas sosial. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No 24 Tahun 1992 Pasal 1 ayat 6 sampai 8, ditetapkan bahwa:
a.  Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya
b. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
c. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
3. 5 Skenario Rekomendasi Perencanaan
3. 5. 1 Rekomendasi Keadaan Umum Lokasi
            Dalam perencanaan desain dan tata ruang pertanian pada daerah Kecamatan Tinggimoncong terdapat berbagai macam perencanaan yang signifikan yang membantu didalam proses peningkatan perubahan di daerah Malino tepatnya di Kecamatan Tinggimoncong secara menyeluruh baik didalam proses perubahan prospek pertanian sampai pada pembangunan jalan-jalan pada daerah Kecamatan Tinggimoncong. Dalam laporan ini, penulis menyertakan berbagai perencanaan prospek peningkatan pertanian kedepannya dengan meninjau dari berbagai sisi diantaranya kami lampirkan peta kemiringan lereng, peta unit lahan, peta jalan dan sungai serta peta penggunaan lahan. Selain perencanan peningkatan pertanian, tak kalah pentingnya dalam pengembangan wilayah kota yaitu, pelestarian budaya–budaya dan pelestarian hutan lindung sehingga nantinya akan selaras dengan pengembangan wilayah tanpa harus menggeser akan pembangunan dan pengembangan dibidang pertanian.
            Kelompok ini merupakan komoditas yang belum berkembang di Kecamatan Tinggi Moncong tetapi memiliki potensi permintaan yang besar, sehingga di masa datang dapat berperan dalam pembentukan produk domestik regional. Komoditas Kearifan Lokal : Markisa dikembangkan. Merekomendasikan Reboisasi terhadap hutan dan pembuatan ruang terbuka hijau dapat dilakukan pada daerah perkotaan sebagai lokasi resapan air. mengoptimalkan lahan perkebunan sebagai daerah pendukung lingkungan. Hal ini sesuai yang di kemukakan Ciptohadijoyo, (1999) bahwa Skenario rekomendasi perencangan daerah dengan system pemetaan harus mempertimbangkan segala aspek mulai dari kondisi geografis, sosial budaya, pertumbuhan ekonomi meliputi (pertanain, perkebunan, perindustrian, peternakan, kehutanan, dan lain-lain) dan melakukan perencanaan manster plan pertanian yang berkelanjutan dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam yang tersedia.
3. 5. 3 Rekomendasi Penggunaan Lahan
A. Bidang Pertanian
Potensi pertanian tanaman pangan yang dimiliki oleh Kecamatan Tinggi moncong sangat lah besar, lahan di daerah tersebut masih dapat menghasilkan pendapatan ekonomi bagi warga sekitar di dua bulan berbeda (bulan basah dan bulan kering). Misalnya saja untuk tanaman pangan, untuk bulan basah dapat menanam padi, jagung, sorgum (sereal). Selain itu juga dapat ditanami kacang merah, kapri, buncis, dan mukuna (kacang-kacangan) serta ubi jalar, ubi kayu, talas, dan iles-iles (umbi-umbian). Sedangkan jika memasuki bulan kering, daerah tersebut masih dapat ditanami gandum, sorgum, ubi jalar, dan ubi kayu. Selain itu, pada umumnya Kecamatan Tinggimoncong juga dapat ditanami berbagai macam jenis sayuran baik itu pada bulan kering dan bulan basah. Pada bulan basah daerah ini cocok untuk ditanami kubis, gambas, selendri, selada, kentang, asparagus, brokoli, wortel, tomat, cabai, carica, bit, sawi, lettuce, kailan, petsai. Sedangkan untuk bulan kering cocok untuk ditanami bawang putih, dan daun bawang. Kecamatan Tinggimoncong juga ternyata dapat ditanami berbagai jenis rempah – rempah, baik pada bulan basah maupun bulan keringnya. Pada bulan basah yang cocok untuk ditanam adalah cengkeh, jarak, kayu manis, kunyit, lengkuas, kapulaga, akar wangi, dan serai wangi. Sedangkan pada bulan kering cocok ditanami kemiri dan jarak.
B. Bidang Perkebunan
            Untuk skala perkebunan, Kecamatan Tinggimoncong juga sangat cocok ditanami oleh berbagai jenis buah-buahan dan tanaman perkebunan lainnya baik pada bulan basah maupun pada bulan kering. Pada bulan basah cocok untuk ditanami buah jeruk, klengkeng, nangka, sukun, jambu air, jambu batu, sawo, kedondong, alpukat, kesemek, kina, teh, dan kopi Arabika. Sedangkan pada bulan kering cocok untuk ditanami buah apel, jeruk, alpukat, nangka, sukun, jambu batu, kedondong, klengkeng, kopi Arabika, tembakau, dan markisa.
C. Bidang Kehutanan
Pada Kecamatan Tinggimoncong tanaman hutan yang dapat berkembang dengan baik berdasarkan ketinggian tempatnya yakni Balsa, Jabon, Johar, Kaliandra, Kemiri, Mahoni, Meranti kuning, Sengon, dan tanaman pinus. Selain itu daerah tersebut juga cocok untuk ditanami be;lukar, belukar yang cocok di tanami pada daerah tersebut yaitu Saga, Urang aring, Bayam-bayaman, Pegangan, dan Krokot. Jenis–jenis penggunaan lahan untuk berbagai jenis tanaman :
a. Hutan Lindung dan Hutan Produksi
Di daerah Tinggimoncong terdapat beberapa desa yang memiliki hutan lindung dimana keberadaan hutan tersebut tidak dapat diganggu. Oleh karena itu, hutan lindung tersebut harus dapat sebaik mungkin di jaga kelestariannya guna sebagai tempat hidup beraneka ragam Flora dan Fauna. Di daerah hutan lindung tersebut meliputi berbagai desa seperti Bulu Lehaka, Bulu Lewakang, Bulu Batumenteng, Bulu diharelaju, Bulu Malenteng, Bulu Bontolaja, Bulu Bisolong, Bulu Batusipoko, dan sebagian dari daerah Bulu Kabulampoa. Pada Kecamatan Tinggimoncong juga terdapat banyak hutan, tetapi hutan tersebut kurang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kami merekomendasikan daerah hutan untuk diubah, dengan meningkatkan levelnya dari hutan biasa menjadi hutan produksi, tetapi tetap mempertahankan fungsi awal dari hutan tersebut. Adapun tanaman hutan yang kami rekomendasikan untuk penanaman adalah Pinus, Kemiri, Mahoni, dan Jabon. Jenis tanaman ini kita pilih dengan mempertimbangkan jenis tanah, ketinggian tempat, dan iklim wilayah setempat. Adapun daerah yang kami rekomendasikan untuk dijadikan hutan produksi adalah daerah pengunungan pangkaleang, jambu kebo, bulu tanetelange, sebagian dari bulu batuejang, sebagian dari daerah bulu saringan dan sorongan, bulu ruku–ruku, bulu katoba, bulu bilang, dan bulu ganjeng.
b. Ladang dan Perkebunan
            Ladang merupakan salah satu jenis penggunaan lahan terbesaar di Kecamatan Tinggimoncong. Pada kenyataanya memang sudah banyak ladang–ladang yang berproduksi di daerah tersebut. Akan tetapi, kami bermaksud untuk dapat meningkatkan pendapatan ekonomi dari warga sekitar dengan merekomendasikan tanaman ladang atau perkebunan yang sesuai untuk di Tanami pada daerah tersebut, baik di tinjau dari ketinggian tempat, iklim (bulan basah dan bulan kering), jenis tanah, serta beberapa pertimbangan dari berbagai aspek yang ada. Adapun daerah-daerah yang akan penulis jadikan ladang diantaranya daerah malenteng, bulu pemokemama, bulu rea, bulu malahira, bulu parangkeda, bulu bontoloherang, bulu saleha, dan lekbasa. Beberapa jenis tanaman ladang yang penulis  rekomendasikan adalah sebagai berikut :
• Kacang–kacangan seperti kacang buncis dan kacang merah
• Serealia seperti jagung dan sorgum.
• Sayuran seperti kubis, seledri, selada, kentang, brokoli, wortel, tomat, daun bawang, cabai, dan sawi
• Buah-buahan seperti jeruk, nangka, alpukat, dan markisa
• Perkebunan seperti the dan kopi arabika
• Obat–obatan dan rempah seperti cengkeh, jarak, kayu manis dan akar wangi.
c. Belukar dan Persawahan
            Pada Kecamatan Tinggimoncong hampir sebagian daerahnya di dominasi oleh hutan belukar. Pada kenyataanya masih banyak hutan belukar yang tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin sehingga tidak dapat menambah pendapatan ekonomi masyarakat di daerah tersebut, maka dari itu kami merekomendasikan hutan belukar tersebut dapat berproduksi semaksimal mungkin sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat sekitarnya. Akan tetapi tetap mempertahankan bentuknya sebagai hutan belukar. Salah satu cara dalam meningkatkan hutan belukar tersebut dengan mengganti atau mmperhatikan tanaman yang ada diskitar hutan belukar tersebut. Adapun tanaman yang cocok direkomendasikan dalam hutan belukar antara lain Saga (Abrus Precatorius, Linn), Urang Aring (Eclipta Prostata), Pengagan (Ginko biloba dan Centela Asiatica ), bayam- bayaman (Amarantaceae ), krokot (portulaca oleoraceae). Adapun daerah persebaran belukar meliputi bulu buntala, sebagian dari bulu batu ejang, bulu karangpuang, bulu halahalaya, dan bulu bululoe. Pada Kecamatan Tinggimoncong terdapat daerah persawahan antara lain jambu kebo, mandale, batu lapisi luar, langkoa, simbang, tombolo, mangrojai, mamapang, sekitar sungai balangloka dan balangbajang.
e. Perumahan
            Kecamatan Tinggimoncong memilki daerah perumahan seperti patatuku, mamapang, sanggiringang, jaleko, ballacamba, lembangbata, paktekne, pattapang, biringpanting, langkoa, pabbarung, mangrojai, mappadang, mangrojaning, buki 1, buki 2, lapparanamangottong, bolongbuki, lappara, baraya, cengkong, cengkarana, mamangpang, benga, balasuka, lembangteko, sapiriborong, dan balangbolang.

IV. KESIMPULAN
Dari hasil perencanaan yang telah dikemukakan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Kecamatan Tinggimoncong yang terletak diKabupaten Gowa memiliki banyak potensi untuk lebih berkembang dibidang ekonomi yakni dibidang pertanian, peternakan, kehutanan. Kecamatan Tinggimoncong merupakan wilayah dataran tinggi dengan ketinggian kira-kira 1050 mdpl yang sebagian besar wilayahnya berupa lahan pertanian menyebabkan mayoritas penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, baik sebagai petani pemilik lahan, petani penggarap ataupun buruh tani. Tanaman pangan yang dikembangkan diantaranya padi, jagung, kedelai dan hortikultura yang tersebar pada kawasan potensial. Daerah tersebut didominasi oleh belukar dan ladang, dipresentasikan daerah tersebut memiliki belukar sekitar 45%, ladangnya sekitar 37%, dan hutan disekitar kawasan tinggi moncong sekitar 25%. Kecamatan Tinggimoncong memiliki topografi yang bervariasi, secara umum mulai dari datar, datar berbukit, datar bergelombang, bergelombang, dan curam. Setiap desa berbeda-beda tingkat topografinya.