BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Buah-buahan yang telah dipanen masih
merupakan benda hidup. Benda hidup disini dalam pengertian masih
mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metablisme.
Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan
sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk
tersebut.
Perubahan tersebut disebabkan oleh
beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan
unsur oksigen dan pengeluaran karbon dioksida (respirasi), serta penguapan uap
air dari dalam produk tersebut yang dikenal sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk
hortikultura saat berada pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau
diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang
telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk
tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat
juga tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk
yang telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi
pada suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk
tersebut.
Kemunduran kualitas dari suatu produk
hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan
produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin
mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya
menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.
Pada dasarnya mutu suatu produk
hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan
adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses
kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari suatu
produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk
tersebut dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh penggunanya. Produk yang dipanen sebelum atau kelewat
tingkat kemasakannya maka produk tersebut mempunyai nilai atau mutu yang tidak
sesuai dengan keinginan pengguna/SNI (Standart Nasional Indonesia).
Masalah penanganan produk
hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih menjadi
masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani,
pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walaupun hasil yang diperoleh
petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen
tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan
mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa umur simpan produk hortikultura
relatif tidak tahan lama.
Usaha yang dilakukan untuk mencegah
kerusakan pasca panen sekaligus mempertahankan umur simpan akibat laju
respirasi dan transpirasi antara lain dengan penggunaan suhu rendah
(pendinginan), modifikasi atmosfer ruang simpan, pemberian bahan kimia secara
eksogen, pelapisan lilin, dan edible coating. Pelapisan lilin (Waxing)
merupakan teknik penundaan kematangan yang sudah dikenal sejak abad XII. Lilin yang
digunakan dapat berasal dari berbagai sumber seperti dari tanaman, hewan,
mineral, maupun lilin sintetis.
Perlakuan dengan menggunakan lilin
atau emulsi lilin buatan pada produk hortikultura yang mudah busuk yang
disimpan telah banyak dilakukan. Tujuan pelilinan pada produk yang disimpan ini
terutama adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan
sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses
transpirasi.
1.2.Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum
ini yaitu untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga
produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses
transpirasi.
Adapun kegunaan dari
praktikum ini yaitu sebagai bahan informasi bagi mahasiswa tentang penghambatan
sirkulasi udara dan penghambatan kelayuan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Pelapisan lilin merupakan usaha
penundaan kematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk
hortikultura. Pemberian lapisan lilin ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan sehingga
dapat memperlambat kelayuan karena lapisan lilin menutupi sebagian stomata
(pori-pori) buah-buahan dan sayur-sayuran, mengatur kebutuhan oksigen untuk
respirasi sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat
proses respirasi, dan menutupi luka-luka goresan kecil pada buah. Pelapisan
lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari
buah-buahan dan sayur-sayuran segar karena dapat mengurangi keaktifan
enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses pematangan. Keuntungan
lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan
penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan mengkilat pada buah dan
menjadikan produk dapat lebih lama diterima oleh konsumen (Broken, 2011).
Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan
alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol (Bennett, 1964). Lilin lebah
merupakan lilin alami komersial yang merupakan hasil sekresi dari lebah
madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan
sentrifusi sisir madunya dapat digunakan lagi, sedangkan yang diekstrak dengan
pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat
dijadikan lilin atau dapat dibuat untuk sarang baru. Hasil sisa pengepresan dan
sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi
lilin atau malam (Winarno, 1981). Lilin lebah pada umumnya digunakan sebagai
bahan kosmetik, bahan pembuat lilin bakar, dan industri pemeliharaan. Lilin ini
berwarna putih kekuningan sampai coklat, titik cairnya 62.8-70 oC
dan bobot jenisnya 0.952-0.975 kg/m3. Lilin lebah banyak digunakan
untuk pelilinan komoditas hortikultura karena mudah didapat dan murah (Bernett,
1964). Lilin karnauba merupakan lilin yang didapat dari pohon
palem (Copernica Cerifera). Sedangkan lilin spermaceti adalah
lilin yang didapat dari kepala ikan paus (Phesester macrocephalus).
Lilin ini banyak digunakan dalam industri obat dan kosmetik (Dalal, 1991).
Sebenarnya pelilinan buah-buahan itu tidak mengandung racun
karena menggunakan lilin lebah dan konsentrasinya pelilinannya sedikit sekali.
Yang paling dikuatirkan buah-buahan itu rawan kandungan pestisida kemudian
terlapisi lilin sehingga pestisidanya masih menempel pada buah. Kandungan
pestisida inilah yang sangat berbahaya bila sampai termakan, bisa menyebabkan
banyak penyakit diantaranya kanker, leukimia, tumor, neoplasma indung telur dll.
Prosedur yang benar sebelum buah-buahan itu di proses pelilinan harus diguyur
dengan aliran air, pestisidanya akan rontok (Csiro, 1972)
Sebelum pelilinan, buah-buahan dicuci bersih dengan busa
lembut untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan kulit, kemudian
ditiriskan hingga kering. Teknik yang paling popular atau komersial adalah
penyemprotan atau dicelupkan. Setelah pelilinan, buah ditiriskan terlebih
dahulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Pelilinan biasanya dibarengi dengan
penyimpanan suhu rendah untuk memperpanjang daya simpan (Fauzi, 2011)
Perlakuan terhadap buah yang diberi lapisan lilin sebelum di
konsumsi harus dicuci dengan menggunakan sabun. Tanpa sabun, mustahil lapisan
minyak pada lilin pelapis bisa luntur. Setelah dicuci bersih, buah harus
dikeringkan. Jika sudah kering, simpanlah di lemari pendingin. Bungkuslah buah
dalam plastik dengan porsi sesuai kebutuhan. Plastik penyimpan sebaiknya tidak
sering dibuka tutup, sehingga buah akan segar lebih lama (Fauzi, 2011)
Namun demikian pelapisan lilin tidak
dapat mengatasi kebusukan, untuk lilin sering dikombinasikan dengan fungisida
dan bakterisida. Berbagai jenis fungisida atau bakterisida dapat digunakan
untuk mengendalikan pembusukan pada buah selama penyimpanan, salah satunya
adalah Benlate 50. Benlate termasuk kelompok fungisida benzimidazoles dengan nama umum Benomil dan merupakan
fungisida yang aman untuk digunakan (Juran, 1971). Menurut Chiang (1973) dan
Eckert (1996), pertumbuhan jamur pada buah yang disimpan akan mempercepat kerusakan
buah, meningkatkan proses respirasi pada buah sehingga proses degradasi
senyawa-senyawa makromolekul menjadi mikromolekul dan molekul-molekul terlarut
menjadi cepat. Penggunaan Benlate sangat efektif menekan pertumbuhan jamur
selama penyimpanan buah sehingga kerusakan buah akibat pertumbuhan jamur dapat
ditekan. Dengan demikian proses respirasi berjalan lambat sehingga proses
degradasi makromolekul juga lambat. Hal ini mengakibatkan kehilangan bobot buah
menjadi kecil, perubahan warna berjalan lambat, total padatan terlarut menjadi
sedikit serta kadar vitamin C dapat dipertahankan karena proses oksidasi.
Menurut Eckert (1996), penggunaan
Benlate dengan konsentrasi rendah tidak mempengaruhi rasa dan sekaligus dapat
berfungsi sebagai bahan anti bopeng sehingga penampakan buah lebih baik.
Tebal lapisan lilin harus seoptimal
mungkin. Jika lapisan terlalu tipis maka usaha dalam menghambatkan respirasi
dan transpirasi kurang efektif. Jika lapisan terlalu tebal maka kemungkinan
hampir semua pori-pori komoditi akan tertutup. Apabila semua pori-pori tertutup
maka akan mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang
terjadi tanpa menggunakan O2sehingga sel melakukan perombakan di
dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih
cepat dari keadaan yang normal (Roosmani, 1975). Pemberian lapisan lilin dapat
dilakukan dengan penghembusan, penyemprotan, pencelupan (30 detik) atau
pengolesan (Fauzi, 2011).
BAB III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1.Waktu
dan Tempat
Praktikum mengenai pelilinan pada buah dilaksanakan pada hari
Rabu,
7 Mei 2012 bertempat di
Laboratorium agronomi I, jurusan Budidaya pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
pada praktikum pelilinan pada buah yaitu timbangan, gelas kimia,
Adapun bahan yang
digunakan pada praktikum pelilinan pada buah yaitu, buah apel,
jeruk, wrapping plastik, dan lilin.
3.3
Prosedur Kerja
Adapun
prosedur percobaan dari praktikum pelilinan pada buah antara lain :
1. Siapkan
bahan yang akan dijadikan objek praktikum pelilinan.
2. Kemudian
buah di cuci, lalu dikeringkan.
3. Setelah
di keringkan, buah tersebut ditimbang berat awalnya.
4. Perlakuan
1 : buah tidak di beri lilin dan tidak diberi wrapping plastik. Kemudian di
simpan dalam suatu tempat dengan suhu ruang tertentu.
Perlakuan II: buat larutan lilin,
kemudian buah di celupkan dilarutan lilin. Setelah itu buah tersebut disimpan
biasa tanpa pemberian wrapping plastik. Kemudian dikeringkan dan disimpan
selama 4 hari.
Perlakuan III: buah dicelupkan ke
larutan lilin, kemudian di beri wrapping plastik dan di simpan selama 4 hari.
Perlakuan IV: buah di beri wrapping
plastik, tanpa larutan lilin dan disimpan selama 4 hari.
5. Setelah
buah mencukupi 4 hari, masing-masing buah dengan cara yang berbeda di timbang
beratnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar