Senin, 08 April 2013

Penyakit Puru Akar pada Tanaman Tomat


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Masalah penyakit tumbuhan akan selalu muncul sepanjang manusia mengusahakan tanaman atau tumbuhan tersebut sebagai tanaman budidaya. Kondisi ini semakin menjadi persoalan jika kerusakan-kerusakan yang terjadi menimbulkan kerugian ekonomi. Kerugian ekonomi dalam jumlah yang besar akibat kerusakan yang disebabkan oleh penyakit secara umum jarang terjadi meskipun pernah ada. Meskipun demikian kejadian suatu penyakit adalah salah satu proses yang terjadi di alam, sehingga sangat perlu menjadi bahan pemikiran pada saat mengembangkan suatu tanaman dimana manusia berperan didalamnya.
Penyakit yang terjadi pada tumbuhan dapat disebabkan oleh mikroorganime dari berbagai jenis yang tidak bisa dilihat dengan menggunakan mata telanjang. Dampak dari serangan penyakit berbeda-beda setiap jenis tumbuhan yang diseranggnya. Mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya penyakit pada tumbuhan seperti Jamur, Bakteri, Virus dan Nematoda. Penyebab penyakit pada tanaman yang disebutkan di atas diantaranya adalah Nematoda. Nematoda dapat berperan sebagai hama dan juga sebagai penyakit, dikatakan sebagai hama karena nematoda dapat menyerang tanaman dari permukaan tanah dan digolongkan sebagai penyebab penyakit karena dapat masuk kedalam jaringan pembuluh pada akar tanaman.
Nematoda merupakan mikroorganisme yang digolongkan ke dalam filum dunia hewan. Nematoda ketika dilihat di bawah mikroskop terlihat berupa cacing-cacing mikroskopis. Nematoda pada umumnya berbentuk silindris memanjang, hanya pada beberapa gebus, terutama pada nematode betina tubuhnya seperti kantung, buah avokat atau ginjal. Ukuran umum Nematoda panjang 0,4-0,5 mm dan lebar 0,01-0,05 mm. Karena  ukuran tubuh nematoda sangat kecil, maka para petani sangat sulit membedakan dengan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana ciri morfologi dari nematoda?
2.      Bagaimana gejala serangan dari nematoda yang menyerang tanaman tomat?
3.      Bagaimana teknik ekstraksi dari nematoda?
4.      Bagaimna cara pengendalian nematoda?
1.3  Tujuan dan Kegunaan
1.3.1        Tujuan
Tujuan dari Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tanaman adalah
1.      Bagaimana ciri morfologi dari nematoda?
2.      Bagaimana gejala serangan dari nematoda yang menyerang tanaman tomat?
3.      Bagaimana teknik ekstraksi dari nematoda?
4.      Bagaimna cara pengendalian nematoda?
1.3.2        Kegunaan
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui dan membedakan ciri morfologi dari nematoda dan gejala serangan serta cara pengendalian yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Nematoda Meloidogyne
Klasifikasi Nematoda Meloidogyne spp menurut (Luc et al, 1995) adalah sebagai berikut :
Filum               : Nemathelminthes
Kelas               : Nematoda
Sub Kelas        : Secernenteae
Ordo                : Thylenchina
Famili              : Heteroderidae
Genus              : Meloidogyne
Spesies            : Meloidogyne spp.
            Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang tetapi dapat dilihat di bawah mikroskop. Nematoda jantan memiliki bentuk seperti cacing, sedangkan nematoda betina pada saat dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pir atau sferoid (Agrios, 2005).
            Betina dewasa berukuran panjang 430 -740 μm. Stilet untuk menembus perakaran mempunyai panjang 11,5-14,5 μm. Nematoda betina memiliki stilet lemah melengkung ke arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang tampak
jelas. Terdapat pola jelas pada striae yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal (perineal pattern). Morfologi umum dari pola perineal Meloidogyne spp. dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral. Bagian dorsal terdiri dari lengkungan striae dorsal, punctuations (tonjolan berduri), phasmid, ujung ekor, dan garis lateral, sedangkan bagian ventral terdiri dari striae ventral, vulva, dan anus. Setiap spesies memiliki beberapa variasi pola perineal yang merupakan ciri khusus dari spesies untuk identifikasi.
Jantan dewasa panjang tubuhnya berukuran 887-1268 μm. Panjang stilet lebih panjang jika dibandingkan dengan stilet betina, yaitu 16-19 μm dan mempunyai kepala yang tidak berlekuk. Bergerak lambat di dalam tanah dengan ekor pendek dan membulat pada bagian posterior terpilin.
2.2 Kerugian Ekonomi Akibat Nematoda  Meloidogyne
Terdapat empat spesies nematoda Meloidogyne spp yang mempunyai arti ekonomi penting khususnya dalam budi daya sayuran yaitu Meloidogyne incognita, Meloidogyne arenaria, Meloidogyne javanica, Meloidogyne hapla.
Meloidogyne spp. merupakan salah satu nematoda parasit pada tanaman tomat. Nematoda ini memiliki kisaran inang yang sangat beragam, lebih dari 2000 spesies tanaman dan sebagian besar adalah tanaman budidaya. Meloidogyne spp. tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Infeksi berat dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, gejala penyakit oleh nematoda ini berupa pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil dengan perakaran yang banyak bintil atau disebut puru akar (Endah & Novizan 2002).
Kehilangan hasil akibat infeksi Meloidogyne spp. bervariasi tergantung pada varietas tanaman dan keadaan lingkungan, dan dapat mencapai 25% dari produksi. Sedangkan kerugian ekonomi yang disebabkan infeksi nematoda ini terhadap tanaman budidaya dapat mencapai 14% (Agrios 2005).
2.3 Siklus Hidup Nematoda Meloidogyne
            Nematoda puru akar bersifat obligat tersebar luas baik di daerah iklim tropik maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan dalam reproduksi terjadi pada banyak jenis, tetapi pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam perkembangbiakannya. Telur-telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa diletakkan berkelompok pada massa gelatinus yang betujuan untuk melindungi telur dari kekeringan dan jasad renik.
            Massa telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna dan berubah menjadi coklat setelah tua. Nematoda betina dapat menghasilkan hingga 500 telur dalam massa gelatinus. Telur-telur mengandung zigot sel tunggal apabila baru diletakkan. Embrio berkembang menjadi juvenil 1 (J1) yang mengalami pergantian kulit pertama di dalam telur. Telur menetas dan J1 mengalami perubahan menjadi J2 yang muncul pada suhu dan kelembaban yang sesuai dan bergerak di dalam tanah menuju ke ujung akar yang sedang tumbuh. J2 masuk ke dalam akar dan merusak sel-sel akar dengan stiletnya. Setelah masuk ke dalam akar, J2 bergerak diantara sel-sel sampai tiba di tempat dekat silinder pusat atau berada di daerah pertumbuhan akar samping. J2 akan hidup menetap pada sel-sel tersebut, mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit menjadi J3 dan J4 yang selanjutnya akan menjadi nematoda jantan atau betina dewasa (Dropkin 1991).
Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang seperti cacing dan hidup di dalam tanah atau pada jaringan akar. Sedangkan betina dewasa tetap tertambat pada daerah makanannya atau sel awal di dalam stele dengan bagian posterior tubuhnya berada pada permukaan akar. Selama hidupnya, nematoda betina akan terus-menerus menghasilkan telur hingga mencapai 1000 telur. Keberadaan nematoda   akan   merangsang  sel-sel   untuk   membelah, sehingga   terbentuklah
puru (Luc et al. 1995).
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Nematoda Meloidogyne
Tekstur dan struktur tanah berkaitan langsung dengan kapasitas kandungan air dan aerasi serta pengaruhnya terhadap kehidupan nematoda, penetasan dan parahnya kerusakan. Tipe dan pH tanah berpengaruh terhadap distribusi nematoda, larva di tanah pasiran mampu bergerak horizontal dan vertikal sejauh 75 cm dalam 9 hari. Efek pH tanah pada puru akar bervariasi, spesies Meloidogyne dapat hidup bereproduksi pada pH berkisar 4.0-8,0 (Luc et al, 1995).
Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur hidup Meloidogyne. Kisaran suhu optimum untuk populasi Australia antara 25–30 °C dan Kalifornia menunjukkan 32–34 °C. Suhu optimum untuk perkembangan nematoda berkaitan dengan budidaya sayuran didaerah tropik, suatu faktor yang menjamin terjadinya infeksi nematoda puru akar secara serius. Faktor lainnya adalah kepadatan inokulum, kelembaban tanah, pemupukan, dan temperatur serta penurunan konsentrasi oksigen (Luc et al, 1995).
2.5 Gejala Serangan Nematoda Melodoigyne
Mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai dengan masuknya nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim sellulase yang dapat menghidrolisis selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan-bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematode ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukup cairan makanan, kemudian   menetap   dan  berkembangbiak  kemudian  nematoda   tersebut masih
mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru.
Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke dalam tanah kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur tanaman. Pada akar-akar tanaman Cucurbutaceae, akar-akarnya bereaksi terhadap kehadiran Meloidogyne dengan membentuk puru besar dan lunak sedangkan pada kebanyakan tanamam sayuran lainnya purunya besar dan keras. Apabila tanaman terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil (Luc et al, 1995).
Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan pada ujung akar tersebut sering kali berhenti tumbuh, namun demikian akar belum tentu mati (Mustika, 1992).
Tanaman tomat yang terserang oleh Meloidogyne spp. menimbulkan gall pada akarnya. Ukuran dan bentuk gall tergantung pada spesies nematoda, jumlah nematoda di dalam akar, dan umur tanaman. Serangan berat pada akar menyebabkan pengangkutan air dan unsur hara terhambat, tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara. Infeksi pada akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif menyebabkan produksi bunga dan buah tomat berkurang (Toto et al, 2003).
Pada gejala tanaman di atas permukaan tanah menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daunnya pucat dan layu, Pada musim panas tanaman yang terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral. Akibat penyakit puru akar ini bunga dan buah akan berkurang atau mutunya menjadi rendah. Tingkat serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan perakaran dan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan berat tanaman menjadi kecil (Dadan, 1991).
2.6 Pengendalian Nematoda Meloidogyne
Pengendalian secara menyeluruh terhadap semua pathogen merupakan salah satu langkah yang perlu diterapkan untuk mencapai keberhasilan dalam penyelamatan hasil tanaman tomat. Pengendalian dengan menggunakan agensia pengendali hayati patogen yang berupa bakteri antagonis merupakan alternatif pengendalian yang potensial. Beberapa kelebihan agensia hayati adalah bersifat selektif, sudah tersedia di alam, relative murah, tidak menimbulkan resistensi OPT sasaran. Selain itu agensia hayati bersifat hidup dan dapat berkembang biak sehingga kemempanannya di lapangan dapat bertahan lama dan berkelanjutan.
            Pengendalian nematoda parasit tanaman dapat dilakukan dengan cara kimia, cara bercocok tanam,pergiliran tanaman, sanitasi dan pengendalian hayati. Pengedalian secara hayati adalah salah satu alternatif sebagai pengganti cara kimia dan cara ini sudah lama dicoba. Keistimewaan pengendalian hayati adalah terutama mengurangi dampak negatif dari penggunaan pestisida (Mulyadi,1989).
Musuh alami nematoda puru akar sudah banyak diketahui, misalnya di dataran tinggi telah ditemukan cendawan Paecilomycetes bilacinus yang menginfeksi telur nematoda puru akar pada tanaman hortikultura. Bacillus penetrans adalah suatu parasit yang dikenal bertahun-tahun berassosiasi dengan Meloidogyne spp. serta beberapa spesies jamur yang menyerang nematoda tanah di Inggris. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan dengan cendawan terhadap Meloidogyne spp. dapat menekan jumlah populasi dan intensitas serangan yang memperlihatkan hasil yang baik. Cendawan parasit telur Meloidogyne spp. terutama dari spesies Gliocladium sp. dan Paecilomyces sp. mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai agen pengendali secara hayati untuk mengendalikan Meloidogyne spp.
           
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
            Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tanaman ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar pada bulan Oktober sampai Desember 2012.
3.2 Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tanaman ini yaitu gunting, panci, erlenmeyer, blender, baskom, saringan, spoid.
            Adapun bahan yang digunakan yaitu polybag, tanah, pasir, benih tomat, korek api, plastik, air, NaOCl, Aquades,
3.3. Metode Pelaksanaan
3.3.1 Persiapan Media Tanam
a.       Memasukan tanah dan pasir dalam kantong plastic
b.      Mengisi panci dengan air untuk mengukus campuran tanah dan pasir
c.       Mengukus campuran tanah dan pasir tersebut
d.      Menunggu sampai 2  jam sampai pengukusan selesai.
e.       Setelah tanah yang telah dikukus dingin, tanah tersebut dimasukkan dalam polybag
f.       Media tanam siap ditanami dengan benih tomat.

3.3.2 Pengambilan Sampel Tanaman
a.       Mengenal ciri-ciri tanaman yang terinfeksi nematode
b.      Mencabut tanaman yang terinfeksi tersebut
c.       Membawa tanaman tersebut ke Laboratorium Ilmu Penyakit Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.
3.3.3 Cara Ekstraksi
a.       Menyiapkan alat dan bahan
b.      Mengambil bagian akar tanaman yang terinfeksi tersebut
c.       Mencuci akar tanaman tersebut sampai bersih
d.      Memotong-motong akar tersebut sekecil mungkin
e.       Merendam pada larutan NaOCl selama 30 detik
f.       Mencuci pada aquades steril
g.      Menghancurkan potongan akar tersebut dengan blender
h.      Melakukan penyaringan pada saringan 100 mess, 300 mess dan 500 mess
i.        Mengambil hasil saringan yang tertinggal pada saringan 500 mess dengan menyemprotkan air aquades steril dengan handsprayer.
j.        Memasukkan pada toples
k.      Mengembangbiakkan nematode tersebut dengan menggunakan aerator selama 3 minggu
3.3.4 Cara Inokulasi
a.       Menghitung jumlah nematoda pada setiap 1 mikron
b.      Memasukkan larutan yang berisi nematoda sebanyak 10 ml pada spoid
c.       Menyemprotkan larutan nematoda tersebut pada setiap 1 polybag tanaman.

1 komentar: